Saturday, July 23, 2016

Lantas Maksud Baik Saudara untuk Siapa?: Refleksi WS Rendra



Ditulis dalam rangka memperingati 7 tahun kepergian mendiang Sang Maestro Puisi Indonesia



Orang yang hidup di jaman dulu pasti pernah paham soal film yang sempat menghebohkan jagad layar lebar ketika itu. Film bertajuk Yang Muda Yang Bercinta, sebuah film arahan Sumandjaja yang naskahnya ditulis oleh Umar Kayam ini melambungkan nama Nani Wijaya dalam belantika film layar lebar tanah air ketika itu. Film ini juga menyabet penghargaan sebagai The Best Supporting Actress pada Citra Award. Film ini pernah dicekal untuk beredar karena dinilai terlalu berani dalam menampilkan adegan dewasa, juga dinilai berisi propaganda politik yang dianggap mengancam rezim yang berkuasa ketika itu. Namun yang demikian kiranya alih-alih.

Adalah tersebut Sony, sebuah peran anak muda yang diperankan oleh Wilibrodus Surendra Broto Rendra yang lebih masyhur dikenal dengan WS Rendra, yang kemudian menjadi maestro puisi Indonesia. Masih teringat jelas scene dimana Sony berdiri tegap dengan lantang membacakan puisi berjudul Sajak Pertemuan Mahasiswa yang mengambil latar di kampus Salemba Universitas Indonesia pada 1 Desember 1971. Adegan tersebut juga menjadi salah satu adegan paling epik dalam film Yang Muda Yang Bercinta, di samping nilai historisnya.

Si Burung Merak julukan Rendra memang pantas disematkan kepada sang maestro puisi pemberontakan di tanah air. Imej burung surga yang memiliki ekor dengan warna beragam nan indah memang layak bagi sosok Rendra. Karyanya selalu menggugat nalar, monumental, menyadarkan akal bangsa yang tersadai lama. Sajak-sajak Rendra biasa saja, sederhana, namun padat makna dan mampu merepresentasikan keadaan karut marut suatu bangsa berkembang. Tilik saja ketika dia menyindir kehidupan malam yang biasa dikonotasikan dengan perempuan nakal. Sedikit plesetan dari slogan Partai Komunis Soviet, “Bersatulah Para Buruh Sedunia”, maka Rendra dengan lantang menyuarakan versinya dengan “Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta”. Dia langsung masuk pada substansi perempuan yang acapkali dikonotasikan negatif oleh masyarakat. Bahwa sejatinya ada prositusi di jantung pemerintahan ibukota, yang notabene diasumsikan sebagai daerah orang berkelas. 

Penyair kelahiran Surakarta 7 November 1935 ini memang dikenal dengan gayanya yang khas ketika membacakan puisi. Berapi-api tanpa kompromi. Mungkin di jaman pujangga baru, Chairil Anwar yang jadi binatang jalangnya. Tapi di jaman posmodern ini dengan segala hiruk pikuknya, Rendra-lah bintang jalangnya. Latar belakang teater yang digeluti Rendra yang menjadikan talentanya terbungkus apik dan epik. Rendra merupakan satu dari sekian banyak penyair yang mampu bercerita dengan kata-kata, pun dengan ujaran, dengan berkoar-koar di masa Orde Baru, masa dimana kebebasan berserikat dan berkumpul hanya jadi tulisan yang tercantum di Pasal 28 UUD 1945 dan wajib dihapal anak sekolah. 

Puisi Rendra berjudul Sajak Pesan Pencopet Kepada Pacarnya juga menarik untuk ditelisik. Bagaimana tergambar dalam puisi itu, seorang pencopet yang masih punya hati nurani, sadar atas kelakuannya yang salah dan tidak pantas ditiru kekasihnya, Sitti. Sekaligus kritik atas penguasa yang seenaknya menggunakan kekuasaan untuk ketamakan pribadi. Rendra dengan nakalnya menggambarkan tingkah polah pencopet yang juga manusia, punya hak untuk insyaf kembali ke jalan yang lurus. 

Rendra merupakan sosok penyair yang jarang menggunakan metafora yang hiperbola dan mengawang-awang. Dia lebih jujur menyuarakan kata pada makna aslinya. Membaca karya-karyanya sungguh menjadikan diri ini kembali merenung. Apa inikah yang selama ini kita lakukan sebagai manusia Indonesia yang dicirikan hipokrit oleh Muchtar Lubis. Manusia yang punya sejuta wajah seperti slogan bhinneka tunggal muka. 

Di masa 7 tahun sejak kepergian Sang Burung Merak pada 6 Agustus 2009, saya ingin mengajak nalar bangsa ini agar kembali pada fitrahnya. Menjadi bangsa yang memiliki maksud baik yang benar sesuai pesan Rendra: Lantas maksud baik Saudara untuk siapa?

No comments:

Post a Comment